Minggu, 07 September 2008

Imam Bukhari

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

In the Name of Allâh, the Most Gracious, the Most Merciful

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ



"O you who believe! If you help (in the cause of) Allah, He will help you, and make your foothold firm"

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu & meneguhkan kedudukanmu"

(47) Surat Muhammad, ayat:7



Sejarah Singkat Imam Bukhari



Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari

Imam
Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia
Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun
beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat,
tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama
Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi
orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman
el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan
keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat
karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya
tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdo'a untuk kesembuhan
beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10
tahun matanya sembuh secara total.

Imam Bukhari adalah ahli
hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini
bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai,
dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits,
hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya
dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam
hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk
kepadanya.

Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang
waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam
sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah
melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina.
Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni
dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah
tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun
menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam
bukunya "Islam in the Sivyet Union" (New York, 1967), pemeluk Islamnya
masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah yang pemeluk
Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan,
India dan Cina.


Keluarga dan Guru Imam Bukhari

Bukhari
dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat,
Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara'
dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat
(ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram.
Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari
Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika
Bukhari masih kecil.

Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit
dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16
tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti "al-Mubarak"
dan "al-Waki". Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli
hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya,
ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci
itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia
18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya "Qudhaya as Shahabah wat
Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).

Bersama
gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu
kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000
perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau
dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al
Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma'in, Muhammad bin Yusuf Al
Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan
Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip
dalam kitab Shahih-nya.


Kejeniusan Imam Bukhari

Bukhari
diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin
Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan
beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh.
Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan
kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun
Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap
celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka,
kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan
selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua,
lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadits, lengkap
dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.

Ketika
sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang
ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan
itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja
"diputar-balikkan" untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata
hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat
masing-masing hadits yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya,
kemudian membacakan hadits yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits
yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan
penanya dan urutan hadits yang ditanyakan, kemudian membetulkannya.
Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu
menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.

Selain terkenal
sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak melupakan
kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah
sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak
pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul
sebagai pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum
Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.


Karya-karya Imam Bukhari

Karyanya
yang pertama berjudul "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien"
(Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini
ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22
tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama
dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis
kitab "At-Tarikh" (sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata,
"Saya menulis buku "At-Tarikh" di atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu
malam bulan purnama".

Karya Imam Bukhari lainnya antara lain
adalah kitab Al-Jami' ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as
Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al
Musnad al Kabir, Kitab al 'Ilal, Raf'ul Yadain fis Salah, Birrul
Walidain, Kitab Ad Du'afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara
semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami'
as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.

Dalam
sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat
Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang
kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi
itu kepada sebagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan
menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits
Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk
melahirkan kitab Al-Jami' As-Sahih."

Dalam menghimpun
hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam Bukhari menggunakan
kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan
keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para
perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang
diriwayatkannya.

Imam Bukhari senantiasa membandingkan
hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan lainnya, menyaringnya dan
memilih mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan
batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin
dari perkataannya: "Aku susun kitab Al Jami' ini yang dipilih dari
600.000 hadits selama 16 tahun."

Banyak para ahli hadits yang
berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim
Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang
kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : "Ketika Muhammad bin
Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat
seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan
sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut
kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km),
sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata :
"Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok
pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya."


Penelitian Hadits

Untuk
mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu
selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para
perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara
kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah,
Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari
sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin
Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi.
Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.

Namun
tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan
terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya
apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah
perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat).
Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak
9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami' as-Shahih yang dikenal
sebagai Shahih Bukhari.

Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan
diskusi dengan para perawi tersebut, Imam Bukhari sangat sopan.
Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus
namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia
berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para
ulama berdiam dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya
tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak
meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata "Saya
meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama
atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu
dipertimbangkan".

Banyak para ulama atau perawi yang ditemui
sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara
teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai
sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali
mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri
yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang
dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah
masing-masing dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama
enam tahun dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah
dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."

Disela-sela
kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal
sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan
kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir,
bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah
kecuali dua kali.


Metode Imam Bukhari dalam Menulis Kitab Hadits

Sebagai
intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal
sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya
dalam disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir,
fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga
ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya
independen), tidak terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai
otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum.

Pendapat-pendapatnya
terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri mazhab
Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau. Sebagai pemikir
bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau bisa
sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda
pendapat dengan mereka.

Diantara puluhan kitabnya, yang paling
masyhur ialah kumpulan hadits shahih yang berjudul Al-Jami' as-Shahih,
yang belakangan lebih populer dengan sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah
unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu malam Imam Bukhari bermimpi
bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi Muhammad saw.
berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu
kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan
menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam
sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang
mendorong beliau untuk menulis kitab "Al-Jami 'as-Shahih".

Dalam
menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut
Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata.
"Saya susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan
saya tidak mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat
istikharah dua rakaat memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah
meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar shahih". Di Masjidil
Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan bab-babnya secara sistematis.

Setelah
itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah
Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid
Nabawi di Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits
dan menempatkannya dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab
ini dilakukan di dua kota suci tersebut dengan cermat dan tekun selama
16 tahun. Ia menggunakan kaidah penelitian secara ilmiah dan cukup
modern sehingga hadits haditsnya dapat dipertanggung-jawabkan.

Dengan
bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para perawi
sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang
diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang
lainnya, memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya
secara nalar paling shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam
Bukhari benar-benar menjadi batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits
lainnya. "Saya tidak memuat sebuah hadits pun dalam kitab ini kecuali
hadits-hadits shahih", katanya suatu saat.

Di belakang hari,
para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami' as-Shahih,
Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling
tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap
beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.

Menurut
Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat
7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang,
dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan.
Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam
kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata
pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan
atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat
dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat
secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq
(ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan)
ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat
berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli
hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata
karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.


Terjadinya Fitnah

Muhammad
bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan
mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian
kepada orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya."
Namun tak lama kemudian ia mendapat fitnah dari orang-orang yang
dengki. Mereka menuduh sang Imam sebagai orang yang berpendapat bahwa
"Al-Qur'an adalah makhluk".

Hal inilah yang menimbulkan
kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli kepadanya. Kata Az-Zihli :
"Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah makhluk,
maka ia adalah ahli bid'ah. Ia tidak boleh diajak bicara dan majelisnya
tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majelisnya,
curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai
menjauhinya.

Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah
yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan
mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang
lafadz-lafadz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari
orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai
tiga kali.

Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab:
"Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan
manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid'ah." Pendapat yang
dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang
dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama
ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi dengki dan
iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Bukhari
pernah berkata : "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah
dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat
Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan
Ali. Dengan berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan
dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Di lain kesempatan, ia
berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahwa lafadz-lafadz
Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."


Wafatnya Imam Bukhari

Suatu
ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya,
meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi
memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand,
sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum
Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa
familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan
Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam
Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan
selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal
dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani
tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu
dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal
tanpa meninggalkan seorang anakpun.

Sumber: - http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukhari
- http://id.wikipedia.org/wiki/Cara_Imam_Bukhari_dalam_menulis_kitab_hadits
- http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=173
- http://www.almuhajir.net/article.php?fn=seribukhari1
- http://www.indomedia.com/bpost/012000/28/opini/opini3.htm
________________________________________
.:: HaditsWeb ::.
http://opi.110mb.com

Syareat Hakekat Zenbae dapat di akses di:


Tidak ada komentar: