Selasa, 05 Agustus 2008

MisteriKehidupan

Pada suatu hari, saya kedatangan seorang teman. Dia masih begitu muda, sekitar 30 tahunan. Namun dalam hal usaha sudah cukup mapan, tapi belum berkeinginan mempunyai seorang istri atau mungkin dia sedang mencari yang terbaik.

Di tempat kami tinggal, namanya sudah cukup terkenal. Semua usaha dia geluti. Dealer motor, mobil, toko matrial, suplier macam-macam barang, multi level marketing, bahkan rumahnya yang bertingkat tiga—yang paling atas untuk sarang walet, dan lain-lain usaha.

Sepengetahuan saya, banyak orang kenal namanya namun tidak pernah tahu bentuk mukanya dan karena memang sulit untuk bertemu dia.

Sebut saja nama orang ini Mr. D. Keunikan Mr. D bila bersilaturahmi kepada saya adalah selalu membawa kantong plastik kresek yang berisikan uang sampai sejumlah Rp. 100juta. Ia selalu mengendarai motor butut—padahal motornya ada beberapa buah dan selalu datang ke rumah di malam hari. Tidak tanggung-tanggung pada jam 1 tengah malam. Dan saya harus selalu melayaninya.

Malam itu tidak seperti biasanya. Mr D kelihatan lelah, tidak nampak kegembiraan di wajahnya.

“Saya sudah tidak kuat, mas ” gumamnya.

Saya coba membaca pikirannya dari raut mukanya yang memang kali ini dia sedang mengalami sesuatu yang berat.

“Dulu waktu kita masih sama-sama nol, kamu pingin cepat kaya. Orang tuamu miskin, kamu sudah bosan dihina, sehingga cara apapun kamu lakukan untuk kaya dengan ilmu ekonomi yang memang jadi fak kamu. Kamu beranggapan sekarang dengan uang yang kamu miliki, kamu bisa beli semuanya. Ada dua hal yang tidak bisa kamu beli sekarang..., ketenangan jiwa dan keselamatan.” Aku coba mengingatkannya.

“Ya. Batinku gak tenang sekarang dan nyawakupun sekarang terancam juga. Tolong saya mas.” Jawabnya lirih. Saya jadi kasihan melihatnya. “Semua tagihan macet, jadi saya juga gak bisa bayar hutang ke bank maupun ke perorangan. Saya ingin kehidupan seperti dulu lagi. Sederhana, tenang, bebas...” Tambahnya lagi.

Saya hanya bisa diam, lalu menyuruhnya untuk beristirahat di kamar kosong yang memang saya sediakan untuk teman-teman yang bersilaturahmi.

Beberapa hari kemudian, datang seorang teman. Dia bernama “I”. Kehidupan “I” sangat berbeda dengan Mr. D. “I” sangatlah sederhana, SDM yang rendah, namun berkeinginan sekali cepat kaya.

“Saya sudah bosan hidup sengsara, mas. Enak, ya kalau saya jadi orang kaya” ucap “I” sambil menepuk-nepuk kursi lalu duduk.

Sekiranya saya dapat memindahkan ruh Mr. D kepada tubuh “I” dan ruh “I” saya pindah ke tubuh Mr. D, pasti sudah saya lakukan. Alhamdulillah, saya tidak punya kemampuan seperti itu.

Saya mencoba merenungi nasib kedua teman tersebut. Si kaya ingin miskin, si miskin ingin kaya. Kehidupan ini memang penuh dengan misteri.

Mr D, cukup lama saya mengenalnya. Dia kuliah mengambil ekonomi karena memang keahliannya yang luar biasa dalam hal hitung menghitung. Satu kelemahannya adalah mata kuliah bahasa inggris.

Kelemahan lainnya adalah banyak teman-teman Mr. D mengatakan dia pelit. Ya, kaya tapi pelit. Tapi, saya menyikapinya sebagai hal yang lumrah saja.

Pada suatu pagi, tidak seperti biasanya Mr. D datang ke rumah. Lalu dia menyuruh saya menemaninya ke beberapa tempat. Sayapun tidak kuasa menolaknya.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah sebuah pabrik. Mr. D masuk ke dalam kantor berbincang-bincang entah apa yang dibicarakan lalu saya dipanggilnya. Semuanya terjadi begitu cepat. Saya menandatangani sesuatu yang saya tidak tahu apa.

Tempat selanjutnya adalah sebuah rumah, lalu rumah, lalu rumah, lalu rumah. Ada 4 rumah yang kami kunjungi dan semuanya sama. Saya menandatangani sesuatu. Saya tidak diberinya kesempatan untuk bertanya.

Malam harinya baru Mr. D menjelaskan semuanya. Tempat pertama yang dikunjungi adalah seseorang yang pernah ditolong oleh Mr. D. Dia memberi pinjaman pada orang tersebut tanpa bunga. Sisa uangnya pada orang tersebut adalah Rp. 15jt. Lalu, orang berikutnyapun sama, sama, dan sama.

Dia menerangkan bahwa uang tersebut adalah halal. Dia tahu bahwa saya sedang belajar menerima sesuatu yang jelas, bukan subhat atau samar.

Saya masih belum mengerti apa yang dilakukan oleh Mr. D. Dia menjelaskan barangkali dengan mengeluarkan hartanya yang diyakininya halal, maka masalah yang sedang dihadapinya akan menemukan solusi.

Saya masih belum percaya dengan kejadian ini. Besok paginya diapun mengajak saya menemui seseorang yang sudah menyiapkan uang cash sebesar Rp. 70jt.

“Yang ini saya tidak bisa” saya bilang padanya. “Mas ragu sama saya?” tanyanya.

The end------

Ini benar-benar kisah nyata yang saya alami. Dan sayapun bersyukur bahwa Mr. D sedikit demi sedikit bangkit kembali dalam usahanya. Saya jadi teringat pada surat Al-Baqoroh ayat 261 :

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."

[166] pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.



Syareat Hakekat Zenbae bisa di akses di http://islamme-zen.blogspot.com

Tidak ada komentar: